Beritatandas.id – Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Acep Jamaludin menerima audiensi dari pengurus cabang Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Bekasi. Audiensi ini mengkritisi kebijakan pengembalian ijazah yang dikeluarkan oleh Gubernur Jabar Dedi Mulyadi atau yang populer disebut KDM.
Acep Jamaludin menjelaskan, dalam audiensi PCNU Kabupaten Bekasi mengkritisi beberapa hal terkait kebijakan pengembalian ijazah diantaranya; pertama, mempertanyakan siapa yang bertanggungjawab melunasi tunggakan siswa apabila ijazah tetap harus diberikan tanpa syarat.
Kedua, kebijakan pengembalian ijazah yang dikeluarkan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi tersebut berdampak buruk pada akhlak dan etika. Banyak orang tua datang ke sekolah dengan membawa-bawa nama gubernur sambil menuntut agar ijazah anaknya segera diberikan.
“Bahkan ada yang membentak pihak sekolah karena menganggap ijazah harus diberikan secara otomatis,” jelas Acep Jamaludin, Kota Bandung, Rabu (21/5/2025).
Ketiga lanjut dia mengatakan, ada kekhwatiran kebijakan pengembalian ijazah ini membuat siswa dan orang tua enggan membayar kewajiban ke sekolah, karena menganggap pada akhirnya ijazah akan dibebaskan oleh pemerintah.
“Berdasarkan keluhan tersebut, sebagai Wakil Pimpinan DPRD Jawa Barat. Pihaknya berjanji akan menindaklanjutinya. Kami akan mengagendakan pertemuan lanjutan pada hari Senin (26/5/2025) dengan pihak-pihak terkait, termasuk Dinas Pendidikan Jabar untuk membahas kejelasan dan kepastian mengenai kebijakan pembebasan ijazah ini,” kata dia.
Kebijakan Dianggap Intimidatif
Disamping itu, dari hasil mendengarkan keluhan PCNU Kabupaten Bekasi tersebut. Pihaknya menilai ihwal proses implementasi kebijakan pembebasan ijazah ini terkesan intimidatif oleh Pemerintah Daerah Provinsi Jabar. Seperti adanya ancaman tidak dicairkannya Bantuan Pendidikan Menengah Universal atau (BPMU), atau bahkan pencabutan izin operasional sekolah.
“Ini bukan pendekatan yang bijak, ini tidak baik dan sangat kami disayangkan,” keluh dia.
Oleh sebab itu, DPRD Jawa Barat akan mencoba memfasilitasi, menindaklanjuti hal tersebut agar ditemukan solusi yang paling tepat dan bijaksana. Secara pribadi sebenarnya pihaknya setuju bahwa pembebasan ijazah memang perlu dilakukan, tetapi harus dengan cara-cara yang arif, normatif, dan tidak menimbulkan ketakutan.
Terkait saran atau rekomendasi sementara atas pembebasa ijazah tersebut tambah dia, pertama jangan dilakukan dengan ancaman dan intimidatif. Pendekatan yang diambil harus lebih humanis, bijak dan normatif saja. Untuk mencapai itu harus diskusi yang panjang. Kedua, pembayaran atas pembebasan ijazah harus jelas.
“Pembayarannya harus dari pemerintah, dari anggaran yang ada dan dengan perhitungan yang jelas,” tambahnya.
Khusus untuk lembaga pendidikan swasta sebagai pihak yang paling terdampak dari kebijakan pengembalian ijazah ini. Pihaknya meminta Pemdaprov Jabar mengeluarkan regulasi yang jelas, skema yang jelas atas kebijakan pengembalian ijazah tersebut.
“Jangan sampai informasi setengah – setengah tersebar di media sosial tanpa kejelasan, karena bisa menimbulkan gejolak di masyarakat dan tekanan tidak sehat terhadap sekolah,” ucap dia mengakhiri.
Pada tempat yang sama, Ketua PCNU Kabupaten Bekasi Atok Romli mengeluhkan kebijakan pengembalian ijazah ini menimbulkan multi tafsir dan beragam implementasi di lapangan.
Pihaknya pun menilai kebijakan ini seharusnya jangan disederhanakan atau langsung disebarluaskan melalui media sosial tanpa terlebih dahulu melalui musyawarah bersama pihak-pihak terkait.
“Khususnya mengumumkan secara resmi berdasarkan regulasi tertulis, jangan hanya di media sosial,” keluh dia.
Pihaknya pun menilai perlu solusi konkret yang menyertai setiap kebijakan yang ada, dalam hal ini kebijakan pengembalian ijazah. Hal perlu diingat bahwa kontribusi lembaga swasta sangat signifikan.
“Oleh karena itu, tidak sepatutnya pihak swasta dianggap seolah-olah tidak memiliki peran dalam dunia pendidikan. Menurut kami, kebijakan ini diambil secara tergesa-gesa,” kata dia.
Dalam kunjungan tersebut juga disampaikan bahwa kebijakan yang diambil perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap pendanaan lembaga pendidikan swasta, khususnya pesantren.
Kunjungan tersebut juga diakhiri dengan seruan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Jabar agar lebih terbuka terhadap masukan dari lapangan, dan menjunjung tinggi peran serta guru juga lembaga pendidikan swasta sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional.***
Redaksi