beritatandas.id, SUBANG – Pengacara tergugat pada sidang kasus kepemilikan sebidang tanah di objek wisata Sari Ater, Kuasa Hukum Pemerintah Kabupaten Subang (tergugat) mengatakan bahwa agenda sidang pada Rabu (17/2/2021) yaitu pembuktian saksi dari pihak penggugat.
Ketika dikonfirmasi terpisah, selaku kuasa hukum pihak tergugat, Dede Sunarya menjelaskan ia tetap mengacu pada dokumen-dokumen autentik, bahwa Pemda Subang memiliki dan menguasai tanah tersebut berdasarkan SK Gubernur tahun 56 nomor 117 tentang penetapan air panas di Ciater Subang yang pada saat itu berstatus tanah negara.
“Pada dokumen tersebut jelas terbukti bahwa air panas yang berlokasi di Kecamatan Ciater itu merupakan tanah negara, dan kewenangan pengelolaannya adalah Pemkab Subang,” paparnya ketika dikonfirmasi Tribun melalui sambungan telepon, Kamis (18/2/2021).
Menurut Dede berdasarkan SK Gubernur tersebut kemudian Pemkab Subang mengajukan permohonan dan juga sertifikat, “Atas pemohonan itu lahirlah sertifikat No 1 per tanggal 30 Juni 1986,” ujar Dede.
Ia mengatakan SK tersebut merinci luas tanah seluas 10.720 meter persegi. Kemudian terbit juga sertifikat hak pakai Nomor 2 pertanggal 30 Juni 1986, dari BPN Subang dengan luas 54.760 meter persegi.
“Kemudian tanah ini diubah menjadi hak pengelolaan dengan terbitnya sertifikat No 1 pada tanggal 28 Januari 2018 dengan luas yang sama,” katanya.
Selanjutnya dikatakan Dede, tanah tersebut kemudian dicatat dalam dokumen kartu invertarisasi barang di bidang Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Subang sehingga objek-objek tersebut termasuk dalam aset milik Pemerintah Daerah.
Mengenai status pihak tergugat terkait dalam hal ini PT Sari Ater, Dede mengatakan, sejak Tahun 1987 bidang tanah tersebut diswakelolakan, “Dikerjasamakan dengan sistem kontrak dan berbagi keuntungan dengan PT Sari Ater sampai sekarang,” jelas Dede.
Menurut Dede, jika dilihat dari argumentasi penggugat yang mengacu pada objek pengelolaan pada sertifikat Nomor 1 yqng mengklaim kepemilikan tanah tersebut sejak tahun 1937 hingga 1939, Dede mengatakan pada tahun tersebut penggugat tidak pernah menguasai bidang tanah tersebut, “Yang dijadikan argumentasi penggugat bahwa ia memiliki bukti dari kantor pajak Purwakarta, itu diragukan keasliannya oleh pihak tergugat,” tandasnya.
Dede melihat hal ini tidak sesuai dengan fakta, “Penggugat juga mengklaim riwayat tanah yang sekarang jadi objek wisata Sari Ater sejak diriwayatkan oleh kantor BPN Subang per tanggal 28 Agustus 1984, itu milik dia, namun bukti kepemilikan dia tidak tercatat di BPN Subang,” ujarnya.
Hal itu, kata Dede, sudah dengan tegas dan terang-terangan disangkal oleh kuasa hukum BPN Subang pada saat sidang.
“Surat tersebut tidak tercatat, karena yang dijadikan bukti oleh penggugat merupakan fotocopy dan bukan bukti kuat.” tutupnya.
Reporter : Irvan
Leave a Reply