beritatandas.id, SUKABUMI – Anggota DPRD Jawa Barat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) mengomentari rencana implementasi Perda Provinsi Jawa Barat No 5 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan.
“Saya mengapresiasi inisiatif dari DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Provinsi Jawa Barat yang berencana akan mengimplementasikan Perda No 5 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Jasa Lingkungan di Sub DAS Cicatih Kabupaten Sukabumi,” ungkap Hasim.
Akan tetapi Hasim Adnan menyarankan pelaksanaan Jasa Lingkungan (Jasling) harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Pengolaan DAS secara terpadu. Pembayaran kompensasi antara pemanfaat kepada penyedia Jasling hanya dapat dilakukan dalam kondisi Sub DAS Cicatih dalam kondisi lestari dari hulu sampai hilir.
“Nah, kenyataannya Sub DAS Cicatih mengalami kondisi kritis, yang salah satu penyebabnya karena tidak adanya interkoneksi Sub DAS Cicatih dari hulu sampah hilir. Akibatnya, ketika musim kemarau, banyak lokasi yang mengalami kekeringan dan ketika musim hujan sering kali terjadi banjir dan longsor. Belum lagi pada persoalan sosial dan ekonominya,” papar Hasim.
Merujuk pada kondisi di atas, maka sejatinya, tambah Hasim, yang menjadi kebutuhan mendesak adalah pembenahan dalam tata kelola Sub DAS Cicatih. Mulai dari penegasan batas dan wilayah Sub DAS Cicatih dari hulu ke hilir sampai dengan fungsi spasialnya sehingga tercipta keseimbangan di dalam ekosistem Sub DAS Cicatih.
“Pembenahan yang saya maksud tidak hanya bicara soal pemberian kompensasi dalam skema Jasling. Bahwa skema tersebut memberikan tambahan pendapatan bagi penyedia, memang demikian adanya, namun belum bisa menyelesaikan masalah krisis lingkungan,” ujarnya.
Hasim juga menyarankan dalam rencana pembentukan kelembagaan non formal yang bertugas mengkoordiasikan para pemangku kepentingan agar melibatkan unsur masyarakat serta memperhatikan nilai-nilai sosial dan budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan masyarakat.
“Saya masih melihat Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum memaksimalkan potensi local wisdom (kearifan lokal) dalam menanggulangi kondisi kritis yang ada di Sub DAS Cicatih. Padahal, para Fuqoha (ulama ahli fiqh) telah merumuskan kaidah, ‘al-muhafadhotu ala qodimisholih, wal akhdu bil jadidil ashlah’, merawat tradisi lama (kearifan lokal) yang masih baik, dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik,” jelasnya.
Menurutnya, merujuk pada hasil kajian yang dikutip dari disertasi karya Popi Rejekiningrum, mahasiswi Pasca Sarjana Institute Pertanian Bogor (IPB) yang berhasil mengidentifikasi satuan lahan DAS Cicatih berdasarkan unsur-unsur penyusun satuan lahan menunjukkan bahwa satuan lahan DAS Cicatih dapat dibedakan menjadi 148 satuan lahan.
“Salah satu hal yang menarik untuk dicermati dari kajian tersebut adalah, bahwa di wilayah Sub DAS Cicatih banyak terdapat mata air. Hal ini dikarenakan air yang terkoleksi secara gravitasi turun ke dalam tanah dan sampai ke lapisan lava yang kedap, sehingga muncul mata air,” bebernya.
Redaksi
Leave a Reply