Premanisme: Cermin Buram Perilaku, Bukan Soal Penampilan

Oleh: N.Hartono Wartawan Senior dan Pemerhati Media Massa

Beritatandas.id, – Beberapa bulan terakhir, kata “preman” kembali mendominasi tajuk media. Aksi kekerasan, pemerasan, hingga intimidasi terang-terangan merebak di berbagai daerah, mendorong pemerintah membentuk Satgas Anti Premanisme. Langkah ini cepat, tegas, dan memang patut diapresiasi. Tapi mari tarik napas sejenak apa sebenarnya yang kita maksud dengan “premanisme”? Dan siapa sesungguhnya yang layak menyandang label preman?

Dari Vrijman ke Preman: Irama Sejarah yang Melenceng

Sedikit yang tahu bahwa “preman” berasal dari bahasa Belanda vrijman orang bebas. Dahulu, ini adalah status yang membedakan mereka yang merdeka dari para budak. Namun di Indonesia hari ini, maknanya jungkir balik. Preman kini identik dengan pemalakan, kekerasan, dan dominasi lewat ketakutan.

Inilah tragedi linguistik sekaligus sosial. Sebuah kata yang dulu melambangkan kebebasan kini justru menjadi simbol penindasan. Dalam konteks hari ini, “preman” bukan lagi tentang kebebasan individu, tapi tentang penyalahgunaan kekuasaan dan hilangnya empati.

Premanisme: Mentalitas yang Bisa Berjas dan Bermikrofon

Kita terlalu sering memvisualisasikan preman sebagai sosok bertato, berbadan kekar, nongkrong di pinggir jalan sambil menarik pungli. Padahal, premanisme tak butuh seragam khas atau tempat mangkal tertentu.

Preman hari ini bisa mengenakan jas rapi, memegang mikrofon, bahkan menulis berita. Premanisme adalah mentalitas: ketika kekuasaan digunakan untuk menekan, bukan melindungi. Ketika jabatan dijadikan alat pemerasan, bukan pengabdian. Di titik inilah kita perlu memperluas definisi preman karena musuh terbesar justru kerap bersembunyi di balik legitimasi formal.

Ketika Jurnalis Menjadi Pelaku

Baru-baru ini, publik dibuat geram oleh kasus pemerasan yang melibatkan oknum wartawan. Di Blora, lima pelaku pemerasan diamankan, tiga di antaranya mengaku sebagai jurnalis. Di Aceh, seorang kepala desa diancam akan diberitakan negatif jika tak menyerahkan uang.

Sebagai sesama wartawan, saya tidak hanya kecewa saya muak. Jurnalisme seharusnya menjadi alat pencerahan, bukan alat tekanan. Ketika profesi ini dikotori oleh kepentingan pribadi dan dijadikan kendaraan intimidasi, maka kita tak ubahnya preman berseragam pers.

Apakah ini dampak tekanan ekonomi? Minimnya pemahaman etika jurnalistik? Kemungkinan besar keduanya. Namun satu hal yang pasti: negara dan organisasi profesi masih terlalu lemah dalam membina dan mengawasi. Banyak wartawan daerah berjuang sendirian, tanpa pelatihan, tanpa diskusi etika, tanpa penguatan moral profesi. Celah ini kemudian diisi oleh kepentingan, oportunisme, dan akhirnya: premanisme.

Refleksi: Siapa Preman Kita Hari Ini?

Premanisme modern tak lagi berwujud kasar dan norak. Ia menyelinap lewat sikap dalam wujud arogansi struktural, manipulasi informasi, atau tekanan halus yang membungkus dirinya dengan legitimasi.

Preman bisa berdiri di podium konferensi pers.
Preman bisa punya ID pers tergantung di lehernya.
Preman bisa memegang stempel, mikrofon, bahkan kekuasaan.

Jadi pertanyaannya: apakah kita masih bisa membedakan antara jurnalis sejati dan preman yang menyamar jadi wartawan?

Jurnalisme Bukan Profesi Biasa

Jurnalis tidak hanya dituntut untuk menulis berita, tapi menulis tanggung jawab. Menjaga integritas bukanlah idealisme kosong, tapi kebutuhan mendesak di tengah banjir informasi palsu dan krisis kepercayaan publik.

Jika wartawan ikut menjadi bagian dari sistem tekanan dan pemerasan, maka siapa lagi yang akan masyarakat percaya? Siapa lagi yang akan berdiri di sisi kebenaran?

Kini, saatnya kita memutus garis kabur antara wartawan dan preman. Jika kita gagal menjaganya, maka jangan salahkan siapa-siapa ketika publik akhirnya melihat kita semua tanpa terkecuali sebagai bagian dari masalah.

Penulis: Wartawan Senior dan pemerhati Media massa
Editor: Joe

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Rekomendasi Berita Terkait
Polres Karawang Telah Amankan Tersangka Pembunuhan Istri di Majalaya

Polres Karawang Telah Amankan Tersangka Pembunuhan Istri di Majalaya

Penganiayaan Berujung Maut, Pria Meninggal Dunia Ditusuk Besi 

Penganiayaan Berujung Maut, Pria Meninggal Dunia Ditusuk Besi 

MTQH Jabar 2025, Humaira: Momentum Pembinaan Karakter Qur’ani dan Peningkatan Religius Masyarakat

MTQH Jabar 2025, Humaira: Momentum Pembinaan Karakter Qur’ani dan Peningkatan Religius Masyarakat