Sidkon Djampi: Desa Otonomi Khusus Perlu Dibentuk di Zona Santri dan Pesantren

beritatandas.id,- Anggota DPRD Jawa Barat Sidkon Djampi mendorong dibentuknya Desa Otonomi Khusus di zona wilayah yang memiliki banyak santri dan pesantren.

Hal tersebut disampaikan Sidkon Djampi saat melaksanakan Reses III Tahun Sidang 2022-2023 di wilayah Daerah Pemilihan Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, dan Kota Cirebon dalam beberapa pekan terakhir.

“Saya punya gagasan setelah melaksanakan Reses di pesantren, kemudian ketemu dengan kepala desa dan perangkatnya. Melalui diskusi ini, muncul gagasan dibentuknya Desa Otonomi Khusus, ini terkait dengan ada yang satu Desa berada di zona pesantren atau di kawasan santri atau pesantren,” kata Sidkon Djampi kepada wartawan Rabu, 9 Agustus 2023.

Sidkon menyampaikan di Provinsi Jawa Barat ada sejumlah kawasan pesantren dengan lembaga yang berbeda ada di satu Desa, contoh di desa Babakan, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon yang hanya memiliki 3 ribu penduduk tetapi santrinya ada 10 ribu lebih.

“Seperti disampaikan oleh salah satu tokoh, di ponpes Banakan ada 10.000 lebih santri, sesuai data ada di di desa. Di Desa Babakan ini terdapat 95 pondok pesantren, yang masing-masingnya memiliki asrama santri sendiri-sendiri, dengan kelembagaan yang jelas, dan mendapatkan nomor registrasi dari Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Barat,” jelas Sidkon.

Sementara dana desa di Desa Babakan ini kurang kurang dari Rp.900 jutaan, tidak sampai satu miliar, karena jumlah penduduknya hanya 3.000 orang. Kemudian ditambah ada bantuan keuangan desa dari pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar 130 juta pertahun.

“Sementara banyak persoalan pada problematika yang tidak bisa diatasi dengan Dana Desa dari sisi keuangannya. Disamping Pamong Desa nya sangat terbatas, problem di desa Babakan atau desa lainnya yang memiliki ‘kawasan’ pondok pesantren. Persoalan yang paling menonjol adalah soal penanganan kesehatan santri,” papar dia.

Problem yang paling menonjol lainnya adalah persoalan lingkungan dan persampahan di lingkungan pesantren, dengan jumlah santri lebih dari 10.000 orang.

“Itu kan menghasilkan sampah yang sangat banyak, yang harus ditangani tiap harinya. Kemudian juga ada limbah-limbah, bisa jadi menyamai satu pabrik / industri.” papar dia.

“Babakan ini punya insenerator untuk membakar sampah atau memisahkan sampah dan menjadi bijih plastik. Tetapi tenaga yang menangani persampahan disitu kan sangat kekurangan,” sambung Sidkon.

Lalu kemudian, hal-hal semacam ini tidak bisa dibiayai oleh dana desa karena sangat terbatas.

“Desa-desa semacam ini, yang saya sebut sebagai zona pesantren atau kawasan santri itu diberikan otonomi khusus, ada bantuan khusus yang berbeda dengan desa lain. Tidak bisa disamakan dengan desa-desa lainnya,” pungkas dia.

Redaksi

Exit mobile version