H. Junaedi : Kami Akan Ajukan Permohonan Hearing, Menyapaikan Keluhan Para Petani Ke Komisi II DPRD Dan DPR RI

Karawang, beritatandas.id – Kabupaten Karawang dikenal sebagai lumbung padi nasional dan tercatat sebagai daerah produsen beras terbesar kedua setelah Kabupaten Indramayu. Sebagai lumbung padi nasional, Kabupaten Karawang ditugaskan untuk surplus gabah sebanyak 1,5 juta ton. Di sisi lain, meningkatnya jumlah penduduk dan perkembangan Kabupaten Karawang sebagai salah satu kawasan strategis ekonomi mengakibatkan permintaan lahan meningkat dan berpengaruh terhadap sawah yang ada.

Tapi walau begitu, masih banyak pemilik lahan pesawahan yang konsisten mempertahankan lahannya untuk fungsi pertanian, dan tidak menjual untuk kepentingan lain sehingga berubah atau beralih fungsi. Selain itu, Pemerintah juga membuat regulasi tentang pembatasan pada zona – zona tertentu.

Hanya saja trouble yang dialami masyarakat petani Karawang seolah tidak ada akhirnya. Semisal kelangkaan pupuk, sulitnya mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk kepentingan menggarap sawah, hingga sulitnya menjual hasil panen.

Seperti yang diungkapkan oleh H. Junaedi selaku tokoh masyarakat petani Telukjambe Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Dirinya mengungkapkan, “Selama ini saya kerap kali, bahkan sering mendapat keluhan masyarakat petani terkait kelangkaan dan pembatasan pupuk bersubsidi,”

“Selain itu, untuk BBM juga sama. Adanya pembatasan penggunaan BBM bersubsidi untuk petani semakin membuat pusing masyarakat petani. Selebihnya, jika ada kekurangan, petani harus membeli yang non subsidi. Baik pupuk mau pun BBM. Itu sangat berat bagi ukuran petani,” Kata Jujun sapaan akrabnya, Sabtu (11/6/2022).

Diutarakan olehnya, “Indikator atau ukuran untuk mendapatkan pupuk subsidi diukur dengan kepemilikan lahan, dan mekanisme pembeliannya dengan kartu tani. Dimana satu orang petani dibatasi dengan luas satu hektar sawah, dengan kuantitas 2,5 kwintal. Sedangkan untuk BBM solar bersubsidi perhari dibatasi sampai 5 liter, padahal kebutuhannya lebih dari itu, yakni sampai 25 liter perhari, karena yang namanya konsumsi BBM untuk traktor memang segitu. Belum dengan kebutuhan BBM mesin rontog,”

“Untuk itu, saya meminta kepada Pemerintah, supaya segera ada solusi terhadap masyarakat petani. Suatu pemikiran yang kurang tepat, jika kepemilikan lahan dijadikan tolak ukur tingkat kesejahteraan petani. Saya yakin, Pemerintah sendiri paham betul pendapatan serta penghasilan petani bagaimana,” Tegas Junaedi.

Ditambahkannya, “Apa lagi bagi petani Karawang. Sungguh tidak lah elok, kalau sampai kesulitan pupuk, sedangkan pabrik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memproduksi pupuk ada di Karawang. Begitu pun dengan BBM, seharusnya Pemerintah jangan membatasi untuk pertanian. Harus membedakan dengan kepentingan industri, karena hasilnya juga jauh berbeda antara petani dengan korporasi,”

“Sudah begitu, ketika musim panen tiba, petani sering kali kesulitan menjual hasil panennya. Sekali pun ada tengkulak, kebanyakan membayar dengan cara tempo. Bulog yang menjadi harapan petani juga belum sepenuhnya menjadi solusi, sebab regulasi penjualan hasil gabah ke Bulog sangat lah rumit,” Sesal Junaedi.

“Kedepannya saya bersama para petani akan segera mengajukan surat permohonan hearing kepada Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karawang dan dengan Komisi yang membidangi pertanian di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Karena selama ini saya cukup prihatin melihat nasib petani, dan saya sendiri merupakan yang fokus menjalani usaha dibidang pertanian,” Pungkasnya.

Redaksi

Exit mobile version