BANDUNG, beritatandas.id – “Kejahatan Yang Terorganisir, Akan Mengalahkan Kebaikan yang tidak terorganisir” (Ali Bin Abi Thalib)
“Dalam kehidupan sosial masyarakat, Menjadi baik itu tidaklah cukup, tanpa ada perbuatan nyata yang baik, meski perbuatan baik belum tentu bisa diterima dengan baik”
Berkaca pada kisah Lukmanul Hakim dan putranya yang di abadikan di dalam kitab suci Al Qur’an, yang keduanya tidak pernah benar di mata orang yang melihatnya, bahkan kudanya pun sampai di gendong, karena omongan pedas orang yang melihatnya.
Perilaku yang baik, belum tentu bisa diterima dengan baik bagi yang melihatnya, itulah fakta dalam kehidupan sosial masyarakat yang harus diterima dengan lapang dada.
Tahun 2018 yang lalu ada seorang pemuda sebut saja Agus Eot panggilan akrabnya yang mendedikasikan dirinya untuk mengabdi di tengah-tengah kehidupan masyarakat, ia mengabdikan dirinya kembali menjadi seorang jurnalis.
Menjadi seorang Jurnalis tanpa gaji, dengan bekal ketulusan hati, itupun memunculkan kontroversi yang sampai saat ini raut kebencian dan ketidaksukaan para pembencinya dengan terus mencela dan mengatakan hal-hal negatif atas perbuatan baiknya.
Terlepas itu semua karena faktor benci, iri hati, tidak suka, atau mungkin saja karena cinta mereka mengungkapkannya dengan cara berbeda.
Ada banyak tantangan yang harus di lalui oleh pemuda tersebut dengan mengabdikan dirinya menjadi seorang Jurnalis, fitnah kerapkali menghujam dada, bak busur panah yang menancap di jantung.
Benci dan iri hati para pencela itu, tentu saja di jadikan cambuk untuk terus menjadi orang baik yang selalu berbuat baik, dengan prinsip “biarkan anjing melonglong, kafilah tetap berlalu”, biarkan orang berkata dengan segala persepsinya, maka tetaplah berpikir positif, karena itu adalah bagian dari obat hati.
Anggap saja orang yang dengki, iri hati, dan yang terus mencela atas perbuatan baik itu, sebagai sebuah perhatian karena mereka sebenarnya mengungkapkan rasa cintanya dengan cara berbeda.
Dalam kondisi yang demikian, bagaimana seharusnya kita bersikap..?
Jangan Berhenti Untuk Tetap Berbuat Baik
Gelombang kebencian dan hinaan, karena ketidakmampuan mereka memahami apa yang hendak dilakukan, sehingga beragam pendapat pun bermunculan, dari yang positif sampai yang negatif.
Menjadi seorang pemimpin di tengah-tengah keberagaman masyarakat itu memang tidak akan pernah lepas dari dua golongan yang berseberangan.
Ada golongan para pembenci, iri hati, dan para antek-antek penghinanya, ada pula golongan para pembela, bahwa perbuatan baik itu haruslah dijaga dan dipelihara.
Meski perbuatan baik tidak selalu diterima dengan baik, maka tetaplah berbuat baik pada siapapun, karena kebaikan dan perbuatan baik akan berbuah manis pada waktunya.
Pentingnya keluasan hati dan pikiran dalam menerima segala apapun di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat.
Hati dan pikiran yang selalu positif, akan menjadi kebaikan bagi diri kita sendiri, sehingga menjadi baik dan berbuat baik merupakan suatu keharusan yang harus di jalani.
Pikiran dan Hati, merupakan tempat yang bisa menyimpan segala sesuatu yang muncul dari segala arah. Keluasan, dan keluwesan hati menerima segala sesuatu itu sangatlah penting, dengan memanage emosi yang kerapkali datang secara tiba-tiba.
Sisakan 25 % ruang kosong dalam hati dan pikiran itu untuk bisa menerima segala sesuatu, baik positif maupun negatif, supaya bisa menjadi pelajaran dalam hidup dan kehidupan ini.
Jadilah Pribadi yang Bijak Dalam Menghadapi Beragam Macam Situasi dan Kondisi.
Keluasan hati dan pikiran yang kemudian ditopang oleh keseimbangan ilmu pengetahuan, tentu akan mengantarkan kita menjadi pribadi yang bijak.
Setiap persoalan yang muncul, tentu akan diperhatikan secara seksama dan komprehensif, sehingga pada akhirnya akan menemukan solusi yang tepat atas munculnya persoalan.
Dalam kehidupan ini, jelas hukum kausalitas selalu menjadi acuan yang bisa diamati dengan seksama, sehingga menjadi pribadi yang bijak dalam menghadapi situasi dan kondisi itu sangatlah penting adanya.
Oleh karena itu, jangan mudah menasehati kawan ataupun saudara yang kita sendiri tidak paham kondisi psikologisnya, sehingga niat yang baik untuk menghibur ataupun menasehati bisa jadi itu adalah Boomerang dan nisa menjadi senjata bunuh diri, ketika menghibur ataupun menasehati dalam situasi, kondisi, dan waktu yang tidak tepat.
Menjadi Baik, Melakukan kebaikan, Dalam Waktu yang Tepat, dengan takaran bahasa yang pas.
Hidup dan kehidupan di tengah-tengah sosial masyarakat ataupun dalam lingkungan kerja, tentu akan selalu dihadapkan pada situasi dan kondisi yang setiap saat akan selalu berubah, itulah dinamika kehidupan.
Prinsipnya tetaplah menjadi baik, dan selalu berbuat kebaikan dengan memahami situasi dan kondisi, serta mengucapkan sesuatu dengan takaran bahasa yang pas, tentu akan di terima dengan baik pula, tetapi ketika tidak memahami situasi dan kondisi, tentu saja perbuatan baik tidak selamanya bisa diterima dengan baik.
Itulah fakta kehidupan yang harus kita sadari, bahwasanya kita semua merupakan manusia yang lemah, banyak salah, dan semuanya bisa di jadikan pelajaran hidup yang berharga.
Penulis: Agus Eot
Editor: Hasan
Leave a Reply