DPRD Jabar Sebut Semangat Raperda PMI untuk Melindungi

beritatandas.id, DEPOK – Panitia Khusus (Pansus) VI DPRD Jawa Barat, tengah menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Jabar, semangatnya adalah memberikan perlindungan kepada PMI, baik sebelum berangkat, bekerja di luar negeri hingga kembali ke tanah air.

Seperti yang disampaikan Anggota Pansus VI DRPD Jabar, M,. Faizin mengatakan, Raperda tersebut menginduk dari peraturan pemerintah pusat, yakni Undang-undang nomor 18 Tahun 2017, di mana Pemprov Jabar memberikan pelatihan (skill) dan pengetahuan tentang hukum dan budaya negara tujuan. Selain itu, pihaknya membuat pasal-pasal tentang perlindungan kepada PMI.

“Jadi, sejak mereka (PMI) sebelum berangkat, setelah di berangkat kerja dan setelah dia pulang termasuk keluarganya juga bagian yang harus di perhatikan Pemerintah Jabar,” kata Faizin.

Sebab, sambung Faizin, selama ini PMI terus didera banyak permasalahan, seperti penyiksaan, perdagangan orang, tidak diberi upah dan lain sebagainya. Sehingga, dewan membuat payung hukum untuk mempersiapkan PMI dengan baik.

“Ini yang harus dikuatkan daerah, sebab mereka selama ini mengalami sejumlah problematika dan kurangnya pengetahuan, seperti komunikasi, dengan imigrasi dan penyalur mereka,” papar Faizin.

Untuk PMI di Jabar, hampir sebagaian besar adalah perempuan, sehingga harus ada penjabaran yang mengatur khusus kaitannya PMI Perempuan. Payung hukum ini dibutuhkan, untuk melindungi mereka.

“Dibutuhkan bagaimana kita melindungi mereka ketika bekerja di luar negeri. Jadi, sejak awal mau berangkat sudah disiapkan, sejak masuk SMK diberi informasi, seperti memberikan form peminatan bekerja di luar negeri atau tidak,” ungkapnya.

Sebab, lanjut Politius Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini berdasarkan survei yang dilakukan teman-teman di dewan, hampir 80 persen, siswi SMK berminat bekerja di luar negeri, terutaman di daerah basis penyalur PMI, seperti Indramayu, Cianjur atau Sukabumi.

“Sehinga, hal tersebut harus digali lebih awal dan menjadi tindakan proventif, artinya persiapannya harus matang, jadi bukan hanya mereka mau bekerja saja,” ujarnya.

Tapi, tambahnya, sejak SMK sudah diperkenalkan, bagaimana komunikasinya, juga terkait kompetensi, para pekerja perempuan kita yang bekerja di sektor rumah tangga, harus menjadi perhatian khusus komunikasinya.

Kemudian, sambung wakil rakyat daerah pemilihan (Dapil) Jabar 8 (Kota Depok-Kota Bekasi) ini, pihaknya mendorong agar sertifikasi PMI Jabar sejak dini dilakukan, misalnya di SMK, sekolah kejuruan, pekerja kita di sektor industry utamanya, perhotelan, sebaiknya sertivitikasinya dilakukan sejak awal.

“Selama ini, beberapa keluhan dari teman-teman penyalur, menjadi peraturan nasional, ketika mau berangkatkan PMI ke luar negiri harus mengikuti sertifikasi kompetensi. Bagaimana guru tertentu disiapkan menjadi trainer terkait strandar kompetensi kerja, sehingga tidak lagi kompetensi itu diambil materinya dalam waktu singkat, ini kurang kuat. Disinkronkan saja, jika ada pembiayaan itu dapat dilakukan sejak awal, biayanya lebih murah,” tuturnya.

Selain itu, lanjut Faizin, kaitannya dengan kesehatan pun harus dilakukan pengawalan secara serius, karena pihaknya tidak berharap ketika PMI berangkat, mengidap penyakit tertentu dan tidak dideteksi sejak dini akan menjadi persoalan ketika bekerja di luar negeri.

“Ini akan berakibat juga dengan penerima pekerja di sana, merasa menjadi beban, meski pola penerimaan orang berbeda. Sebab, beberapa bulan lalu ada PMI yang terlantar, lompat dari apartemen, ini juga persoalan psycis disiapkan sejak dini, bagaimana mentalitas mereka siap atau tidak bekerja di sana,” lanjutnya.

Kaitannya juga dengan akses informasi, kata Faizin, pihaknya mendorong pemerintah daerah, membuka akses informasi dengan baik, seperti di kabupaten/kota menginstruksikan perangkat di kelurahan/desa sebagai pusat informasi terkait ketenagakerjaan, termasuk potensi bekerja di luar negeri, standarisasinya, persyaratan, dari government to government atau penyalur tenaga kerja.

“Banyak yang tidak tahu, jadi hampir sebagaian tenaga kerja kita, sehingga banyak orang yang menawarkan dengan embel-embel gaji tinggi dan fasilitas yang wah, jadi mereka mau ikut saja, akhirnya menjadi perdagangan orang. Akses informasi ini harus dibuka seluas-luasnya di tingkat terbawah dengan membuka pojok informasi kaitannya PMI. Sehingga, masyarakat tidak dibohongi oleh kepentingan tertentu,” tegas Faizin.

Kaitanya dengan pihak ketiga (swasta), DPRD Mendorong agar penyalur tidak asal-asalan, membuka sejak awal informasi, berapa kuota kaitannya dengan pmi dibutuhkan di sana, kompetensinya apa saja, bekerja di mana.

“Ini harus dibuka seluas-luasnya juga, jangan sampai penyalur menutupi atau ‘menipu’ untuk kepentingan tertentu. Karena kepentingannya ini adalah saling koordinasi, menguatkan antara swasta dan pemerintah untuk bekerjasama bagaimana mengatasi PMI kita di luar negeri,” ungkap Faizin.

Redaksi