Pemulangan Dede Asiah Korban Perdagangan Orang Ke Suriah Sudah Diurus Pemerintah, LMP Jabar Desak APH Usut Pelaku

beritatandas.id – Pekerja Migran Indonesia (PMI) atau Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Kabupaten Karawang, Dede Asiah saat ini masih belum bisa pulang dari Suriah. Perempuan yang diduga jadi korban sindikat perdagangan manusia ini masih tertahan di Suriah dan diduga harus ada uang tebusan jika ingin pulang ke Indonesia?

Menyikapi hal tersebut, Kepala Bidang Penta Kerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Karawang, H. Endang Syafrudin mengatakan, bahwa sejak awal pihaknya bersama unsur lainnya seperti Polres Karawang dan pihak keluarga Dede Asiah sudah melakukan berbagai macam langkah.

“Upaya pemulangan Dede Asiah sudah dilakukan. Atas bantuan salah seorang relawan di Suriah, yang bersangkutan sekarang ini posisinya sudah berada di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI). Tinggal menunggu kepastian pemulangannya saja,” Ungkapnya, Jum’at (05/05/2023).

Masih kata Endang, “Mengenai harus adanya biaya tebusan, memang kami pernah mendapatkan kabar tersebut. Karena memang keberangkatannya ke Suriah secara ilegal. Tetapi kalau sudah ada di KBRI. Artinya sudah dibawah kendali Pemerintah,”

Ditempat dan waktu terpisah, Wakil Ketua Laskar Merah Putih Markas Daerah Jawa Barat (LMP Mada Jabar) menyesalkan masih adanya pelaku sindikat perdagangan manusia yang melancarkan aksinya di Karawang, “Apa lagi sampai dijual ke luar Negeri, tentu ini sangat menyulitkan Pemerintah dalam mengurusnya,”

“Dipermasalahan yang satu ini, Pemerintah harus bertindak tegas terhadap para pelaku sindikat perdagangan manusia! Karena ini merupakan kejahatan yang sangat luar biasa. Usut semua para pelakunya, karena saya mencurigai, korban pelaku bukan hanya Dede Asiah,” Ujarnya.

Kembali kepada permasalahan inti, Andri meminta kepada Pemkab Karawang bersama Kementrian dan Aparat Penegak Hukum (APH), untuk memproses pelaku yang menjual Dede Asiah. Selain harus ada konsekuensi hukum, pelaku harus bertanggung jawab penuh memulangkan korban.

“Kalau pun soal uang tebusan yang diminta sebanyak USD 5.000 atau jika dirupiahkan Rp 73,8 juta. Itu harus dibebankan kepada pelaku. Apa pun alasannya, harus bisa menyediakannya, diluar biaya tiket pesawat. Namun atas perbuatannya, proses hukum harus tetap berjalan,” Tegasnya.

Hanya saja Andri merasa heran, informasinya sudah di KBRI, tetapi masih harus ada uang tebusan segala? “Logikanya, kalau sudah ada ditangan Pemerintah, berarti urusan dengan majikan atau agensi dan lain sebagainya sudah clear? Kecuali kalau korban masih berada dimajikan atau agensi, wajar ketika harus ada uang tebusan,”

Red