beritatandas.id, CIREBON – Dalam rangka konsultasi rencana pembentukan peraturan daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Pesantren di Jawa Barat, panitia khusus (pansus) Raperda VII tentang Penyelenggaraan Pesantren gelar roadshow ke sejumlah ponpes yang ada di Jawa Barat.
Dimana raperda penyelenggaraan pondok pesantren dalam upaya mengoptimalkan peranan pondok pesantren, akan menjadi perda pondok pesantren pertama, setelah disahkan undang-undang pondok pesantren No 18 tahun 2019.
Ketua pansus VII DPRD Provinsi Jawa Barat Sidkon Djampi mengatakan, bahwa pondok pesantren adalah pendidikan khas nusantara yang mandiri. Pesantren ada sebelum negara Indonesia ada dan keberadaannya hingga saat ini masih eksis dan mewarnai masyarakat.
Keberadaan UU Pondok Pesantren No 18 tahun 2019 dan di Jawa Barat reperda pondok pesantren yang tengah di “godog” merupakan upaya agar negara hadir untuk memajukan pendidikan pesantren. Dengan adanya UU serta adanya perda ponpes nanti, kalangan pesantren diharapkan bisa lebih maju dalam mengelola ponpesnya.
“Hadirnya negara lewat UU pesantren dan kita tindaklanjuti dengan perda tentang Penyelenggaraan Pesantren ini adalah sebagai guide lines bagi pengembangan pesantren. Diharapkan undang-undang dan perda ponpes ini menjadi instrumen optimalisasi untuk mencapai pesantren yang maju dan lebih baik,” ujar Sidkon.
Untuk itu, tutur politisi PKB itu, guna mematangkan raperda menjadi perda penyelenggaraan pondok pesantren, pansus VII DPRD Jabar mengunjungi pondok-pondok pesantren, guna melihat secara langsung kondisi ponpes, untuk menyerap saran dan masukan serta gagasan ideal untuk keutuhan perda pondok pesantren.
Sampai hari kemarin, Jumat (12/6) pihaknya mengunjungi pondok-pondok pesantren yang berada di Babakan Ciwaringin Cirebon. Di sana mendapati fakta yang menarik, yakni Babakan adalah nama desa di Kecamatan Ciwaringin Cirebon, yang di dalamnya terdapat sekitar 50 pondok pesantren, dengan jumlah santrinya sebanyak 10 ribu, melebihi jumlah penduduknya sendiri.
Disana pihaknya berdialog dengan para masyayikh dan sesepuh pondok-pondok pesantren Babakan Ciwaringin, di antaranya KH. Zamzami Amin, KH. Azka Hammam Syaerozy, Lc, DR KH. Affandi Muchtar (Ketua Forum Komunikasi Pest. Babakan), KH. Aziz Hakim Syaerozy, MSi, KH. Ahmad Mufid Dahlan, KH. Nawawi Tamam, dan DR. KH. Arwani Syaerozy. Dalam kesempatan ini, hadir pula santriwan dan santriwati yang tidak pulang kampung, sejak pandemi Covid-19 terjadi.
“Alhamdulillah, kami disambut hangat para sesepuh pondok pesantren baik saat kunjungan ke Babakan Ciwaringin Cirebon maupun saat kunjungan ke ponpes Cadangpinggan Indramayu. Seperti halnya di Pesantren Babakan, kami berbincang langsung dengan para sesepuh, di Pesantren Cadangpinggan juga kami diberi masukan langsung oleh Buya Syakur Yasin,” ungkapnya.
Dari hasil kunjungan itu, tutur Sidkon, banyak hal yang harus mendapat perhatian, salah satunya adalah banyaknya karya ilmiah pondok pesantren yang belum tersebar secara luas ke masyarakat, manajemen dakwah, soal kebersihan pondok, utamanya pengelolahan sampah butuh teknologi tepat guna, mendaur ulang sampah di ponpes dan ketersediaan air bersih.
Selanjutnya soal kesehatan ternyata klinik kesehatan itu adalah bagian terkecil, utamanya adalah soal minimnya ketersediaan tempat tinggal santri atau kamar (kobong red) dimana ukuran kobong santri 3X3 diisi lebih kurang 20 orang santri.
“Secara normal sudah tidak layak, dan tidak sehat. Hak ini menjadi PR kita semua, intinya optimalisasi pondok pesantren harus dilihat secara holistik dan keberlanjutan. Ada tiga fungsi ponpes yang harus di support untuk terus dioptimalkan yakin soal pendidikan, dakwah dan pemberdayaan pondok pesantren. Raperda tentang Penyelenggaraan Pesantren di Jabar ini, arus utamanya adalah untuk memperkuat dua hal yakni dakwah dan pemberdayaan pondok pesantren. Sementara yang menyangkut soal pendidikan, itu kewenangannya ada di pemerintah pusat,” paparnya.
Selanjutnya Sidkon mengklaim bahwa Raperda penyelenggaraan pondok pesantren di Jawa Barat ini, akan menjadi perda yang pertama di Indonesia sejak disahkannya UU Pondok Pesantren.
“Pondok-pondok pesantren yang ada sudah dikenal dengan kemandiriannya sejak dulu, dan mereka tidak berharap sentuhan dari pemerintah. Namun ini adalah bentuk tanggung jawab kita semua selaku penyelenggara negara untuk membantu lebih mengoptimalkan peranan ponpes agar bisa lebih luas lagi mewarnai kehidupan masyarakat,” ungkapnya seraya Sidkon Djampi mengatakan.
“Tidak lupa, kami minta doa dari masyayikh, santri dan seluruh lapisan masyarakat agar Perda tentang Penyelenggaraan Pesantren ini menjadi yang monumental dan berguna bagi pengembangan pindok pesantren. Dan semoga, pembahasan Raperda ini ada dalam izin dan ridho _Allah subhanahu wata’ala,” pungkasnya.
Redaksi
Leave a Reply