Ketua Komisi II DPRD Jabar Rahmat Hidayat Djati: Inti Ketahanan Pangan adalah Kedaulatan Pangan

Bandung, beritatandas.id – Isu pangan tengah menuai soroton dalam beberapa waktu terakhir, isu ini kembali menguat dengan munculnya prediksi dari sejumlah pihak terkait ancaman krisis pangan dunia pada tahun 2023 ini.

Menanggapi ini, Ketua Komisi II DPRD Jawa Barat Rahmat Hidayat Djati menyebut perlu diperiksa dari sisi perbaikan dan perencanaan ketahanan pangan nasional.

Lebih jauh ia memaparkan bahwa inti dari ketahanan pangan ini sesungguhnya adalah kedaulatan pangan sebagaimana tertuang dalam amanat Undang-undang.

Hal tersebut disampaikan Rahmat Hidayat Djati dalam FGD “Mengukur Perencanaan dan Kebijakan Pangan Nasional: Antisipasi Krisis Pangan Global” yang digelar Nagara Institute di The Papandayan Hotel, Kota Bandung Kamis, 19 Januari 2022.

“Perbaikan dalam perencanaan pangan nasional ini saya kira harus kita periksa akurasi datanya, dan sekaligus kita periksa sudah menopang belum pada amanat UU soal ini bahwa inti dari ketahanan pangan yang kita cita-citakan sesungguhnya kedualatan pangan,” kata Rahmat Hidayat Djati.

FGD ini dipimpin langsung oleh Akbar Faizhal selaku Direktur Eksekutif Nagara Institute. Turut hadir dalam kegiatan perwakilan Gapoktan, Kanwil Bulog Jabar, Dinas Pertanian Jawa Barat, BPTP Jawa Barat, Perwakilan Pupuk Kujang, dan akademisi yang berfokus di bidang pangan

Dalam kesempatan tersebut Rahmat mengkritik terkait kebijakan impor beras oleh pemerintah, menurutnya kebijakan ini justru merugikan petani.

“Lagi panen saja tidak tahan impor, padahal petani lagi panen, lagi bagus-bagusnya stok barang, seharusnya,” ujar Rahmat.

“Ini kan fakta yang harus kita periksa apakah kegiatan-kegiatan dalam rangka implementasi ketahanan pangan ini selalau sesuai perencanaan atau tidak,” sambungnya.

Rahmat juga mempertanyakan soal negara sudah hadir atau belum dalam sektor ketahanan pangan ini, karenanya harus diperiksa secara bersama-sama.

“Karena ini soal ini bukan sesuatu yang main-main sesungguhnya kedaultan bangsa dari ketahanan pangan,” ujarnya.

Selanjutnya terkait sarana prasarana pertanian yang mana belum mengadaptasi teknologi yang tepat guna.

“Tapi sebetulnya agak berbeda dengan kebutuhan beneran, artinya tidak tepat guna. Contoh alat pemotong padi, alat tanam padi kebutuhan di suatu daerah tidak butuh yang besar tapi yang kecil karena akan amblas,” katanya.

Rahmat juga menyinggung soal porsi anggaran yang masih minim untuk ketahahanan pangan di Jawa Barat yang mana dibawah 1 triliun dari 43 triliun APBD.

Menurutnya, anggran ini terlalu minim, mestinya harus diberi porsi miniminal 20 persen dari APBD untuk ketahanan pangan.

Menanggapi hal tersebut Akbar Faizhal merasa kaget terkait porsi anggaran yang masih minim di Jawa Barat untuk program ketahanan pangan ini.

“Kalau sebagai masyarakat awam setelah mendengarkan diskusi tadi, dan melihat realitas bahwa Jawa Barat adalah lumbung pangan nasional, kan bangga banget gitu tadi mendengarkannya, saya sebagai orang yang tidak terlalu faham pertanian dan bangga Jawa Barat no problem kita sih, tadi Bulog mengatakan begitu, tapi kemudian ternyata porsi untuk ketahanan pangan tadi ternyata yang dikatakan bapak tadi tidak sampai 1 triliun dari APBD 43 (triliun),” pungkas Akbar Faizhal.***

Redaksi