Data Bantuan Tidak Akurat Bisa Picu Madharat

beritatandas.id, BANDUNG – Anggota DPRD Fraksi PKB Jawa Barat Asep Syamsudin meminta pendataan calon penerima bantuan penanggulangan untuk krisis ekonomi dampak Covid-19 dilakukan secara detail, benar dan tepat sasaran. Pasalnya menurut Asep jika pendataan tidak akurat hal itu akan menimbulkan kemadharatan berupa Konflik Horizontal.

Asep mengatakan bahwa saat ini sumber data yang digunakan oleh pemerintah dalam penanganan bantuan krisis ekonomi Covid-19 berasal dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari setiap kabupaten/kota yang di update sebanyak tiga kali dan diinput ke kementrian.

Perlu diketahui tutur Asep data tersebut pertama ada yang disebut data desil satu atau data kerak miskin, Adapun kriterianya seperti difabelitas, ibu hamil, bantuan sekolah dan yang lainya, data kategori pertama ini menjadi acuan yang mendapat bantuan dari APBN berupa Program Keluarga Harapan (PKH) dengan nominal bantuan sekitar Rp9,8 jt setiap tahunnya.

Kedua data DTKS yang diupdate setiap empat bulan sekali itu, juga digunakan untuk penerima Bantuan Sembako Non Tunai (BSNT) besaranya jika di uangkan 200ribu rupiah namun bantuan itu diberikan berupa sembako. Dan ketiga progam Penerima Bantuan Iuran (PBI) jumlahnya sama yaitu Rp200 ribu.

“Hanya PBI ini bantuan khusus untuk kesehatan,” papar Asep.

DTKS tersebut tutur Politisi PKB jika digunakan sebagai acuan untuk data bantuan bagi masyarakat yang ekonomi terkena dampak Corona, itu tidak relevan, apabila digunakan tanpa terlebih dahulu di update menjadi data terbaru.

Sebab dari DTKS tersebut sebanyak 18% digunakan untuk penerima PKH, sebanyak 25 % DTKS digunakan untuk penerima KPM BSNT dan sebanyak 35 % DTKS tersebut digunakan untuk penerima bantuan iuran (PBI).

“Semua program bantuan itu adalah bantuan rutin pemerintah pusat untuk warga yang benar-benar miskin, atau istilah saya itu bantuan untuk miskin absolut,” paparnya.

Dengan ada Covid-19 bantuan program penanggulangan ekonomi saat ini begitu banyak, misal pemerintah Provinsi Jawa Barat menggelontorkan bantuan sebesar Rp5 triliun untuk membantu masyarakat rawan miskin baru yang aktivitas ekonominya terhambat wabah virus corona atau Covid-19. Setiap penerima mendapatkan Rp500.000 itu adalah Rp350.000 berbentuk natural (sembako), Rp150.000 berbentuk uang.

Begitupun bantuan dari pemerintah pusat menyediakan bantuan dengan nama program pra kerja bahkan yang terbaru infonya pemerintah pusat melalui APBN akan meluncurkan program perluasan penerima sembako sembilan bulan dan perluasan penerima sembako wilayah luar Jabodetabek.

“Jika pendataanya tumpang tindih atau itu-itu saja penerimanya, ini akan menimbulkan kecemburuan sosial dan akan berdampak pada konflik horizontal, untuknya kami berharap bantuan baru itu tidak lagi diterima oleh penerima PKH, BSNT maupun PBI, bantuan ini harus dikhususkan untuk Miskin baru yang terimbas oleh dampak Covid-19 dengan data terbaru,” pungkasnya.

Redaksi