Purwakarta Surplus Padi, Dispangtan: Impor Beras Hanya Menyakiti Hati Petani

beritatandas.id, PURWAKARTA – Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kabupaten Purwakarta berpendapat, rencana pemerintah yang hendak melakukan impor beras 1 juta ton di awal tahun ini dipastikan akan menyakiti hati masyarakat terutama para petani. Apalagi, alasannya untuk menjaga stok pangan nasional.

“Kami lihat, sejauh ini petani di kita itu sangat produktif. Bahkan, hasil produksinya kerap surplus. Jadi menurut kami tak perlu ada impor karena cadangan beras di dalam negeri pun melimpah,” ujar Kepala Dinas Pangan dan Pertanian Purwakarta, Sri Jaya Midan, Kamis (18/3/2021).

Seperti di wilayahnya, dia mencontohkan, hasil produksi padi dalam setiap tahunnya kerap melebihi target yang ditentukan. Surplusnya hasil produksi pertanian ini bukan tanpa perjuangan. Salah satu yang menjadi indikatornya, karena sejak beberapa tahun ini petani di wilayah tersebut tak kenal lagi dengan yang namanya musim tanam.

“Artinya, ketahanan pangan di masing-masing wilayah dipastikan masih tetap terjaga. Jadi, tak perlu adanya impor. Ini malah akan menyakiti hati para petani yang selama ini berjuang,” tuturnya.

Sejauh ini, kata Midan, para petani di Purwakarta terus digenjot dalam hal peningkatan indeks pertanaman (IP). Dengan kata lain, jika biasanya dalam satu tahun hanya satu dan dua kali tanam, sekarang menjadi dua sampai tiga kali tanam dalam setahun.

Pihaknya cukup berbangga hati dengan kondisi tersebut. Apalagi, dari tahun ke tahun produktivitas pertanian di wilayahnya terus mengalami peningkatan. Sehingga, mampu memenuhi kebutuhan bahan pokok penduduk lokal. Bahkan masih ada sisa yang bisa dipasok untuk kebutuhan pangan warga di Jabodetabek.

“Areal sawah kita memang tak seluas daerah tetangganya seperti Karawang dan Subang. Luas lahan baku pertanian di kita hanya sekitar 18.075 hektare. Meski demikian, hasil produksi petani ini selalu surplus,” kata dia.

Selama ini, lanjut dia, petani yang ada di wilayahnya terus didorong untuk segera tanam. Jadi, selama masih tersedia air untuk mengairi sawah, mereka harus terus produksi. Dengan begitu, di Purwakarta tidak ada istilah tidak panen. Karena, hampir tiap hari petani di wilayah ini melakukan panen.

Midan menjelaskan, di 2019 misalnya dari luas lahan baku sawah di Kabupaten Purwakarta itu mampu menghasilkan 248 ribu ton gabah kering pungut (GKP). Dengan asumsi, rata-rata produksinya mencapai 6,2 ton GKP per hektare. Jadi, lahan yang panen itu mencapai 40 ribu hektare. Karena, setahun ada yang dua kali juga tiga kali.

Kemudian, dari hasil panen itu dikonversikan ke padi giling (GKG), yakni 248 ribu ton dikalikan 0,85 (hitungan standar BPS) hasilnya jadi 210.800 ton gabah giling. Lalu, dari gabah giling (GKG) yang sebesar 210.800 ton dikalikan 0,65 (hitungan BPS) hasilnya jadi 137.020 ton beras.

Sedangkan, jumlah penduduk Kabupaten Purwakarta mencapai 950.066 jiwa. Dari jumlah penduduk itu, kebutuhan beras selama setahun mencapai 109.257 ton. Dengan asumsi, kebutuhannya (hitungan maksimal) mencapai 115 kilogram per kapita per tahunnya.

Sehingga, lanjut dia, jumlah produksi yang mencapai 137.020 ton beras per tahun, dikurangi jumlah kebutuhan beras sebesar 109.257 ton per tahun. Artiya, masih ada sisa (surplus) mencapai 27.763 ton beras dalam setahun itu.

“Di 2020 kemarin saja, kita masih surplus. Hal mana, produksi padinya sebanyak 248 ribu ton gabah kering pungut (GKP) dengan luas lahan yang panennya mencapai 40.831 hektare. Dari hasi panen ini, kita juga mampu menyuplai kebutuhan pokok untuk wilayah Jabodetabek,” demikian Midan.

 

Redaksi