Aliansi Pemuda Cianjur, Kritik Kebijakan yang Tidak Pro Lingkungan, DD Bukan untuk Bencana

beritatandas.id, CIANJUR – Aliansi Pemuda Cianjur soroti tata ruang Wilayah Kabupaten Cianjur, dan pembangunan desa yang kebijakan menyebabkan kejadian bencana alam seperti banjir, longsor, kekeringan dan dampak lingkungan lainnya.

Koordinator Aliansi Pemuda Cianjur Acep Jamaludin mengatakan, meski saat ini semua tengah diuji dengan wabah Covid-19, tapi tidak boleh mematahkan daya kritis untuk tetap mengawal kebjikan pemerintah.

Acep, mengaku gelisah bahwa kabupaten tempat dimana dia dilahirkan, akhir-akhir ini sering dilanda banjir, longsor, hingga kekeringan, tentu itu semua akibat kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada pelestarian alam.

“Bukan Hanya Pemerintah Daerah Tapi Pemerintah Desa di Kabupaten Cianjur Penyumbang Dampak Lingkungan Terbesar itu,” tegasanya.

Acep Menduga keadaan itu diakibtakan salah kaprahnya Pemerintah Desa dalam mengimplementasikan Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Desa, atas kebijakan tersebut 354 desa Kabupaten Cianjur kini masing-masing menerima dan alokasi desa dari pusat sebesar 700 juta per desa, jika ditotal sebesar Rp247.800.000.000.

Dimana kebanyakan dari dana itu diprioritaskan untuk pembangunan jalan atau bentuk infrastruktur tanpa melihat ekologi yang baik.

“Banyak betonisasi di desa desa tanpa melihat faktor lingkungan, keadaan itu, Kabupaten Cianjur yang tadinya tidak pernah mengalami banjir, maupun longsor sekarang apabila hujan tiba, banjir dan longsor menjadi hantu yang membayang-bayangi warga Cianjur,” paparnya.

Bagimana tidak banjir, kata Acep, dulu air dari genteng langsung turun ke tanah, air menjadi terserap, saat ini semenjak adanya dana desa (DD) hampir semua gang-gang penduduk diberikan hamparan semen dan pasir (beton) akitbatnya air tidak terserap lalu meluap ke sungai dan itu menyababkan terjadinya banjir dan longsor.

“Dulu Cianjur ini ga pernah banjir maupun longsor sekarang musim hujan tiba itu jadi langganan, ini akibat salah cara pandang mengimplentasikan program yang dari pusat,” ungkapnya.

Selanjutnya, kebijakan lain diduga turut menstimulus kerusakan lingkungan adalah kebijakan penataan lahan (tata ruang). Penerapan kebijakan penataan lahan selama ini belum dapat mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Pembangunan kawasan industri, pabrik-pabrik, sarana wisata telah menyita banyak lahan penduduk.

Demikian pula, tutur Acep instansi-instansi pemerintah banyak mengunakan untuk kepentingan pembangunan perumahan mewah, pusat perbelanjaan dan lain-lain.

“Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2012 Tentang RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah). Biro Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan kemungkinan 60.000 hektare lahan pertanian dikonversi setiap tahunnya, dari tanah produksi menjadi berbagai bangunan,” paparnya.

Dengan kondisi tersebut, dari aliansi pemuda Cianjur yang bergerak untuk kemajuan desa yang juga memerhatikan lingkungan memandang bahwa pemda dalam pengalih fungsikan lahan serta desa yang mengeksekusi anggaran untuk pembangunan diduga telah menyumbang besar atas kerusakan lingkungan di Kabupaten Cianjur saat ini, kurangnya resapan air, pesatnya pembangunan yang menyebabkan banjir dan bencana alam lainnya dampak dari kegagalan Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur serta Pemerintah Desa.

“Kami bukan tidak pro terhadap pembangunan, tapi harapan kami pembangunan bisa memperhatikan kondisi alam, alam kita jaga pasti alam menjaga kita, letakan pembangunan untuk menjaga alam untuk kepentingan masyarakat, bukan asal ngebangun,” paparnya.

Sementara itu, Anggota DPRD Fraksi PKB Asep Suherman, mengapresiasi semangat pengawasan pembangunan yang dilakukan oleh Aliansi Pemuda Cianjur, dalam kesempatan itu pihaknya berjanji akan menyampaikan asiprasi tersebut sebagai bahan otokritik untuk pemerintah desa maupuan pemerintah daerah Kabupaten Cinajur.

“Saya ucapakan terima kasih atas masukannya, moga otokritik ini jadi kebaikan kabupaten Cianjur di kemudian hari, ini sudah menjadi tanggung jawab kami selaku wakil rakyat untuk menerima berbagai aspirsi dari masyarakat,” paparnya.

Selanjutnya Asep membenarkan bahwa gelontoran uang semenjak disahkannya UU Desa itu sangat fantastik, tujuan untuk memandirikan, memajukan, dan kesejahteraan masyarakat desa sesuai bunyi yang terkandung dalam UU Desa no 6 2014.

“Artinya bantuan dari dana desa yang bersumber dari APBN, bantuan dana desa dari APBD 1 dan APBD itu sebetulnya itu adalah dana setimulus untuk kemandirian ekonomi masyarakat desa,” paparnya.

Dengan demikian lanjut Asep sejumlah dana tersebut bukan hanya untuk pembangunan jalan saja, tapi untuk infrastruktur yang menopang pengembangan ekonomi masyarakat.

“Untuknya kami harapankan desa dalam melaksanakan program harus pakai cara pandang yang universal dengan melihat dampak manfaat untuk pengembangan ekonomi dan serta dampak maslahat untuk lingkungan,” pungkasnya.

Redaksi