PT SJ Mode Gulung Tikar, Karyawan Tuntut Gaji

beritatandas.id, SUBANG – Ratusan eks karyawan PT SJ Mode Ciasem mendatangi perusahaan tempat mereka bekerja dulu. Mereka datang lantaran pembayaran yang dijanjikan oleh perusahaan tak kunjung direalisasikan.

Sementara itu, perusahaan garment yang berlokasi di Desa Ciasem Baru, Kecamatan Ciasem tersebut sudah beberapa bulan ini tidak beroperasi lagi alias bangkrut.
Tokoh pemuda setempat, Ade Saepuloh mengatakan, para mantan pekerja merasa sejumlah kesepakatan yang telah dibuat tidak dipatuhi oleh perusahaan.

Misalnya pembayaran akan dilakukan pada bulan November tahun 2019, dengan cara menjual aset milik perusahaan dan sampai sekarang belum ada realisasinya.

“Padahal kesepakatan itu dibuat oleh serikat pekerja (mewakili karyawan) dengan pihak managemen perusahaan, diserahkan dan diketahui oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Subang,” ujar Ade.

Dia menambahkan, yang lebih miris lagi aset perusahaan tersebut sebagian udah ada yang dijual, akan tetapi kewajiban perusahaan untuk membayar karyawan tidak dipenuhi.

“Seharusnya setiap penjualan aset milik perusahaan dipergunakan untuk melunasi hak eks karyawan yang sudah lama menunggu dan sudah memberikan toleransi,” ungkapnya.

“Selama ini saya memperhatikan saja walaupun tahu ada barang yang dikeluarkan. Akan tetapi setelah mendapat pengaduan dari eks karyawan PT SJ Mode yang hanya diberi janji oleh perusahaan dan jawaban tidak pasti,” bebernya.

Perusahaan produsen benih milik negara ini, diketahui sudah lama menerapkan sistem sewa lahan ke petani penggarap,byang besarannya Rp10.000.000 per musim panen.

Kebijakan yang diberlakukan oleh PT Sang Hyang Seri ini, jelas bertentangan dengan prinsip pemberdayaan petani yang dianut dalam Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) yang melarang sewa menyewa tanah antara negara dengan petani sebagai warga negara.

“Sewa menyewa tanah antara negara atau pemerintah dengan petani bertentangan dengan prinsip pengelolaan bumi dan air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” ujar Ade.

Ade menambahkan, sudah diatur dalam Undang Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani.

Bahkan UU No.19 Tahun 2013 pernah diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Hakim MK mengabulkan gugatan pemohon dalam pasal 59 Undang Undang Nomor 19 Tahun 2013 yakni penghapusan hak sewa lahan milik negara ke petani.

“Mirisnya, kenapa SHS sampai sekarang masih menerapkan sistem sewa lahan ke petani, apa hal ini tidak bertentangan dengan UU dan melanggar hak asasi petani. Lebih parahnya lagi, PT SHS sampai hari ini masih punya tunggakan hutang ke petani dan tidak mampu bayar gaji pegawainya,”ujarnya.

Reporter : Harun Hasyim